Selasa, 27 September 2011

Tongkat Griffin

“tuk, tuk, tuk …” bunyi hentakan langkah kaki Jerry terdengar amat jelas. Langkah demi langkah ia jalani dengan pelan dan sangat hati – hati. Dengan seksama ia mendengarkan detak langkahnya sendiri. Hasrat dihatinya ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya itu hanyalah imajinasinya saja. Ia kemudian mencoba menghentakkan kakinya kuat – kuat pada tanah lembab jalan setapak yang tengah ditelusurinya. Tanpa diduga - duga suara hentakkan keras kakinya berdengung sangat kencang dan hampir memekakkan telinganya. Suara tersebut memaksa ia untuk menutup telinganya rapat – rapat agar suara tersebut tidak dapat mencapai dan merobek lubuk telinganya.
Suara tersebut menghilang dalam menit kedua setelah suara itu muncul yang kemudian diiringi dengan hal – hal aneh lainnya. Jalan setapak yang semula berupa tanah lembab dalam sekejap berubah menjadi batu – batu marmer kuno datar yang tersusun rapi menjulur ke ujung jalan yang tampak hitam kemerahan. Penampakan makhluk aneh berbadan singa berkepala rajawali terukir jelas di setiap potongan batu-batu permukaan jalan setapak itu dengan sayap yang membentang gagah.
Jerry mencoba untuk membuang khayalan tentang hal aneh yang baru saja menimpanya. Hal terpenting yang saat ini mendera pikiran Jerry adalah bagaimana cara untuk keluar dari sana. Maka, ia pun mencoba untuk melanjutkan petualangannya menelusuri jalan setapak yang secara misterius muncul begitu saja dihadapannya. Dengan hati-hati ia pun meneruskan langkahnya walaupun disertai dengan bunyi hentakkan kakinya yang keras berdengung.
Jalan setapak tersebut dihiasi dengan jalur yang amat rumit mulai dari jalan yang berputar – putar sampai jalan yang terputus – putus dengan jarak ratusan meter. Rintangan yang harus dihadapi Jerry pun tidaklah sedikit mulai dari semburan wedus gembel yang muncul secara tiba – tiba dari tempat yang tidak bisa diprediksikan sampai keretakkan – keretakkan yang tak terduga sering terjadi ketika ia mendaratkan kakinya ke batu – batu yang sudah sangat tua tersebut. Keanehan – keanehan tersebut terus berlanjut sampai Jerry menemukan sebuah pohon pencakar langit yang tumbuh tepat di akhir jalan setapak tersebut yang tak kalah anehnya.
Pohon pencakar langit tersebut ternyata memiliki daun berwarna merah kehitaman seperti warna darah. Batangnya pun memiliki warna biru kehitaman seperti warna laut dalam. Keanehan tersebut nampaknya tidak membuat Jerry terperangah karena sudah terbiasa melihat hal-hal aneh. Jerry kemudian memutuskan untuk beristirahat sejenak melepas segala kejenuhannya dengan bersandar di pohon aneh tersebut. Nyamannya suasana sunset memaksa Jerry menutupkan matanya untuk tidur. Jerry pun tidur bersandar di pohon raksasa itu.
Secara tiba – tiba, hamparan tanah merah gersang menerpa pandangan Jerry. Ia mendapati dirinya sedang berdiri di puncak sebuah bukit yang gersang dan panas di tengah terik matahari siang. Bukit yang tingginya sekitar 400 meter dari tanah dasar tersebut berdiri gagah memimpin seluruh bukit yang pernah tercipta di daerah tersebut. Tingginya bukit itu menciutkan nyali Jerry yang sedari tadi gemetar melihat kebawah menunjukkan betapa tingginya bukit yang menjadi alasnya untuk berdiri itu.
“ jika kamu ingin keluar, ikuti arah angin. Berhati – hatilah karena terkadang angin dapat menipu. Ikuti suara kekuatanmu” tiba-tiba kata – kata tersebut berdengung kencang ditengah phobia yang kini menguasai jiwa Jerry. Walaupun ragu dengan suara tadi, rasa penasaran Jerry menuntunnya untuk mencoba mengingat kata – kata yang secara ghaib baru saja didengarnya. Ia mencoba dan mencoba untuk mengerti apa maksud dari kata – kata tersebut. Setelah mencoba mengerti secara mendalam dengan otaknya yang tidak begitu bisa dibanggakan, ia menyimpulkan satu hal yang dianggap inti dari kata – kata ghaib tersebut, ikuti arah angin!
Jerry menunggu akan datangnya angin yang mungkin akan menerpanya. Ia harus menunggu dalam merana menikmati pemandangan yang pernah ia bayangkan waktu kecil sebagai gambaran dari sebuah neraka. Penantiannya yang menyedihkan ini menuai rasa curiga yang mendalam terhadap suara yang tadi ia dengar. Membayangkan akan hal – hal yang tidak sepantasnya ia lakukan adalah hal yang paling menarik yang bisa ia lakukan. Imajinasi tingkat tinggi tersebut sangat ampuh dalam menghilangkan phobia tinggi-nya.
Semakin lama menunggu, semakin ganas gejolak panas menerpa tubuh Jerry yang duduk di atas sebuah batu besar berwarna kuning kemerahan. Karena terlalu lelah menunggu, Jerry akhirnya memutuskan untuk berdiri dan hendak mengabaikan kata – kata tadi. Ketika berdiri, sesuatu yang aneh muncul kembali. Batu yang sedari tadi didudukinya secara tiba tiba menyemburkan semacam angin dan asap berwarna kekuningan menuju ke arah barat daya. Berpikir sejenak, akhirnya Jerry memutuskan untuk mengikuti arah angin tersebut.
Jerry dengan gigihnya menuruni bukit ke arah barat. Ia menempuh jalan yang berbatu dan gersang menuju ke lereng bukit yang setidaknya lebih baik dari kondisi di puncak. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk mencapai lereng bukit.
Angin yang sedari tadi diikuti Jerry kian lama kian besar dan menuju ke arah barat. Hawa sejuk terasa sangat dominan ketika berada dekat dengan angin tersebut dan hawa panas menyengat akan kental terasa jika berada jauh dari angin tersebut. Hal ini membuat Jerry merasa enggan untuk berada jauh – jauh dari angin tersebut.
Selanjutnya, angin berbelok ke arah utara. Namun, angin tersebut semakin ke utara semakin mengecil yang akhirnya menghilang di antara dua bukit menjulang menimbulkan bayangan yang amat besar yang cukup bagi Jerry untuk berteduh. Namun bukit ini lain daripada bukit lainnya. Bukit ini adalah satu – satunya bukit yang memiliki udara yang segar dilapisi oleh hamparan hijau rumput segar. Tak ketinggalan pula pohon – pohon berbuah segar berhamburan di sekitar lereng kedua bukit tersebut. Suasana yang begitu segar tersebut menggugah selera Jerry untuk beristirahat lebih lama disana.
Jerry dengan semangat yang menggebu – gebu berlari menuju bukit tersebut. Tiba – tiba dua macam angin berwarna hijau dan putih muncul entah dari mana yang keduanya bergerak menuju arah yang berbeda. Angin berwarna putih menuju ke utara sedangkan yang berwarna hijau menuju ke timur laut.
Sekarang, Jerry mempunyai tiga pilihan yang teramat membingungkan. Pilihan pertama yaitu berkunjung dan beristirahat ke tempat yang paling segar di daerah itu. Pilihan kedua yaitu mengikuti angin yang bergerak ke utara. Dan yang terakhir mengikuti angin yang bergerak ke timur laut. Semua pilihan tersebut menguras pikiran dan perasaan Jerry secara total. Logikanya, Jerry yang IQ-nya hanya 75 tidak mungkin bisa memecahkan misteri tiga pilihan tersebut bahkan orang yang paling jenius di dunia ini mungkin juga tidak memiliki ide yang cukup bagus dalam mengambil keputusan terhadap tiga pilihan tersebut. Jadi, satu – satunya hal yang dapat mengeluarkan Jerry dari kemeranaan dalam tiga pilihan tersebut adalah keberuntungannya.
Angin – angin yang semakin lama semakin menjauh mendesak Jerry dalam hal pengambilan keputusan. Bukit yang segar juga tak kalah semangatnya untuk menarik perhatian Jerry agar mau berkunjung dan beristirahat di sana. Jerry pun tiba – tiba ingat akan satu hal dari kalimat yang pernah ia dengar sebelumnya di bukit tempat pertama kalinya ia muncul di dunia aneh tersebut “ikuti suara kekuatanmu”. Jerry tak mengerti sama sekali tentang kekuatan yang dimaksud. Ia berusaha berpikir dan berpikir sampai akhirnya ia memperoleh suatu keputusan. Dari lubuk hatinya yang paling dalam terdengar suara lembut yang menyuruhya tinggal di bukit yang terpampang jelas kemegahannya. Akhirnya bukit lah yang dipilihnya.
Tidak ada yang terjadi pada langkah pertama ia memasuki wilayah lereng bukit tersebut. Semuanya berjalan seperti biasa. Langkah kedua Jerry lakukan dengan tingkat percaya diri yang luar biasa. Dan masih, tidak ada sesuatu yang aneh terjadi. Ia pun menghela nafas dengan leganya. Akhirnya penantian Jerry untuk tidak mengalami hal – hal yang aneh terkabul juga. Namun kejadian normal tersebut hanya bertahan sampai langkah kedua. Di langkah ke tiga, tanah yang dijadikan sebagai tumpuan Jerry untuk berdiri tiba-tiba saja bergerak dengan kuatnya menimbulkan suatu efek gempa bumi berskala 7,9 skala richter. Semua pemandangan indah yang tadi dilihat Jerry lenyap menjadi tanah hitam lembab yang juga disusul dengan warna langit yang tiba – tiba berubah menjadi hitam kebiruan.
Pemandangan yang secara spontan berubah tersebut merubah atmosfer perasaan Jerry. Suhu dingin yang menyelimuti wilayah tersebut menghempaskan perasaan bahagia Jerry menjadi ketakutan yang begitu mendalam. Berevolusinya tanah segar menjadi tanah hitam membuat bulu kuduk Jerry bergidik sangat kencang. Semua itu menjadi semakin buruk dengan munculnya sesosok makhluk berbadan singa dan berkepala rajawali yang secara tiba – tiba keluar dari dalam tanah yang semula mengalami keretakkan yang luar biasa. Terbang dengan sayap membentang lebar sekitar 5 meter memberi kesan gagah pada makhluk itu. Bulu badannya yang berwarna biru kehijauan membuat makhluk itu semakin terlihat cantik. Paruh berkilau 1,5 meter yang dimilikinya memberikan pertanda bahwa makhluk itu sangat agresif. Kuku – kukunya runcing berkilat ketika terkena terpaan cahaya bulan sabit menambah kesan keagresifan yang dimiliki makhluk itu. Semburan api yang secara tiba – tiba keluar dari mulut makhluk itu membuat aura kematian secara tiba – tiba pula menjadi semakin kental dan kuat.
Jerry yang latar belakangnya memang merupakan anak penakut terdiam sejenak memandang betapa mengerikannya makhluk tersebut. Seluruh tubuhnya dilanda rasa takut yang semakin mendalam. Aura kematian tak luput mendera jiwanya. Tak dapat dipungkiri bahwa memang makhluk itu membawa ancaman yang sangat besar terhadap nyawa Jerry.
Makhluk setinggi 15 meter itu dengan kejamnya memandang ke sekeliling seakan mencari sesuatu yang sudah lama ia idamkan. Matanya yang berwarna merah kebiruan melirik kesana – kemari dengan pandangan marah yang menyeramkan. Dengan memburuknya situasi, Jerry akhirnya memutuskan untuk mencari tempat persembunyian yang sekiranya memungkinkan baginya untuk bersembunyi. Berlari dan terus berlari sampai akhirnya menemukan batu besar tak jauh dari tempat makhluk tadi berdiri. Ia kemudian bersembunyi di balik batu besar tersebut berharap batu itu dapat melindunginya dari ancaman kematian yang amat menakutkan.
Dari langit tiba – tiba muncul secercah cahaya berwarna putih kehijauan jatuh menuju tempat dimana makhluk mengerikan tadi berada. Semakin lama cahaya tersebut semakin membesar dan akhirnya membentuk suatu makhluk mengerikan bertubuh manusia setengah ular dan berambut ular. MEDUSA!
Medusa itu mendarat sekitar 20 meter dari makhluk mengerikan tadi. Matanya diselubungi oleh sejenis kacamata hitam besar dan ular – ular yang menjadi rambutnya berdesis amat keras sampai radius 30 kilometer. Suara ultrasonik dari ular-ular tersebut berhasil mengarahkan pandangan makhluk mengerikan tadi ke arah Medusa. Suara ultrasonik pun keluar dari mulut makhluk mengerikan tadi. Nampaknya mereka berkomunikasi menggunakan suara ultrasonik yang jelas takkan dimengerti oleh Jerry.
Namun, keanehan terjadi kembali. Jerry entah bagaimana dapat mengerti bahasa makhluk – makhluk tersebut.
“Ah, Meduriolosa, setelah beribu – ribu tahun akhirnya kita bertemu juga.” Kata makhluk mengerikan tadi menyebut medusa dengan sebutan Meduriolosa.
“Memang kamu pikir aku tidak menantikan ini, Griffodorus?” ujar medusa yang menyebut nama makhluk mengerikan tadi dengan sebutan Griffodorus.
“ Jadi kamu siap untuk menghadapi kematianmu?”
“Jangan harap kamu dapat mengalahkanku. Aku yang sekarang ini sangatlah berbeda dengan aku yang dulu. Aku telah bermandikan seribu macam darah Troll yang membuat saya menjadi tak terkalahkan. Ha ha ha ha ha”
“Namun kamu tidak mengetahui bahwa ada satu benda yang memiliki kekuatan luar biasa yang apabila dimiliki oleh orang yang tepat akan menjadi senjata terkuat di dunia. Dan kamu tidak memiliki benda itu kan...”
“Aku tidak peduli seberapa kuatnya senjata itu”
“oh ya, terus dalam rangka apa kamu kesini? Balas dendam atau mencari barang tersebut?”
“baiklah, aku akui bahwa aku menginginkan benda itu.”
“HAHAHA. Kamu pikir semudah itu mendapatkan benda itu, hah? benda itu hanya bisa ditemukan oleh makhluk lemah bernama manusia. Dan kamu bukanlah manusia.”
“APA? Tidak mungkin. Tidak mungkin tetua kita melakukan hal seperti itu. Kamu pasti salah! Bukti – bukti keberadaan benda tersebut mengarah pada sarangmu ini dan aku yakin bahwa benda itu saat ini berada di dalam tubuhmu” sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Griffodorus.
“kalau aku yang memilikinya, dunia ini akan menjadi milikku dan akan kubunuh dirimu beratus – ratus tahun yang lalu. Namun kenyataannya adalah aku tidak punya benda itu…”
“Jangan bohong kamu!”
“dan walaupun aku tidak memiliki benda itu, aku masih mampu meremukkan tubuhmu.”
“oh ya, saya merasa tak sabar merasakan remukan yang kau janjikan tadi.”
          Dan akhirnya pertempuran antara Meduriolosa dan Griffodorus pun terjadi. Langit yang semula berwarna biru kehitaman berubah drastis menjadi lautan api akibat semburan dari Griffodorus. Walaupun besar, Griffodorus bergerak tak kalah lincahnya menghindari serangan demi serangan yang ditujukan kepadanya. Serangan cakarnya sangat ganas dan mematikan sampai – sampai gerakan cakarnya hampir tak dapat dilihat oleh mata normal. Serangan – serangan yang dilayangkan Griffodorus tersebut membuat salah satu kaki Meduriolosa terbakar dan 3 dari 10 ularnya terpotong.
          Tersisa 7 ular dan satu kaki tidak membuat Meduriolosa kesakitan. Malah memperburuk keadaan. Ular yang tadi terpotong kini tumbuh lagi. Ironisnya, ularnya tumbuh tidak hanya tiga, melainkan kelipatannya. Ular – ular yang baru tumbuh tersebut juga mengalami perpanjangan dua kali lipat dari panjang semula. Kakinya yang sempat terbakar mendadak pulih kembali. Kenyataan ini membuat Meduriolosa semakin kuat.
          Griffodorus terus menyemburkan apinya tiada henti dan melayangkan cakarnya lebih ganas lagi. Serangan bertubi – tubi tersebut dihentikan dengan ular medusa yang sekarang tumbuh dengan panjang dua kali lipat dari tubuh Griffodorus. Tubuh ular – ular tersebut begitu panjangnya sehingga mampu menyerang Griffodorus dalam radius 30 meter. Hal ini jelas membuat Griffodorus semakin terpuruk.
          Griffodorus terus menyerang dengan gesitnya sampai akhirnya penyerangan tersebut harus terhenti dengan putusnya kepala Griffodorus oleh sabetan dan gigitan ular – ular raksasa Meduriolosa. Tubuh raksasa Griffodorus berdebam jatuh ke tanah. Perang tersebut berakhir dengan kemenangan Meduriolosa. Ular yang panjangnya 40 meter tadi menyusut dan kembali ke ukuran semula. Begitupun dengan ular yang baru tumbuh tadi kemudian menghilang sehingga hanya terdapat 10 ular di kepala Meduriolosa. Langit pun berubah dari warna merah api menjadi hijau kebiruan.
            Kepala Griffodorus tadi jatuh sekitar 2 meter dari tempat dimana Jerry bersembunyi. Jerry duduk dalam diam berharap Meduriolosa tidak menemukannya. Sekarang ini Jerry hanya memikirkan satu hal, bagaimana caranya untuk keluar dari kemelut kematian yang setiap saat dapat mengancam nyawanya.
          Sesuatu yang aneh kembali terjadi. Dari kepala Griffodorus tadi, muncul sebuah tongkat yang panjangnya sekitar 25 inchi berbahan kayu dan memiliki ukiran huruf CTR yang samar – samar di pegangan tongkat itu. Tongkat itu melayang menuju ke tempat dimana Jerry berada. Semakin lama semakin dekat yang akhirnya tongkat itu mendarat tepat di telapak tangan kanan Jerry.
          Setelah memegang tongkat itu, entah mengapa ada sesuatu aneh dirasakan oleh Jerry. Tiba – tiba tubuhnya seperti dialiri oleh kekuatan magis yang membuatnya merasa lebih berani dan kuat. Tak ada rasa takut yang ia rasakan. Tak ada beban yang memberatkan pikirannya. Dan karena keberanian yang mengaliri tubuhnya amat kuat, Jerry dengan semangatnya yang menggebu – gebu keluar dari tempat persembunyiannya dan mencoba menghadapi Meduriolosa yang sedari tadi memakan tubuh Griffodorus dengan tongkat yang secara gaib baru saja didapatnya.
          Jerry mengacungkan tongkatnya ke arah Meduriolosa sambil berkata “hei kau, pergi dari sini atau kubunuh kau!” Meduriolosa kemudian bangkit dan bergerak menghadapi Jerry.
“apa? Apa aku tidak salah dengar? Kau mau membunuhku? Hahahaha… Griffodorus saja takluk padaku tanpa harus membuka kacamataku apalagi kau yang hanya seorang..... hei tunggu dulu, kau adalah manusia, bagaimana kau bisa bicara denganku?dan bagaimana caramu kesini?”
“Tidak bisa kumengerti bagaimana aku bisa sampai disini. Dan sekarang aku mau kau tinggalkan tempat ini!”
“aku akan pergi jikalau aku sudah meminum darah manusia. Aku tidak pernah meminum darah manusia sebelumnya. Aku jadi penasaran bagaimana rasanya.”
          Tiba – tiba datang seekor kuda bersayap dari langit. Lalu kuda itu mendarat di samping Jerry dengan hentakan yang sangat lembut.
“simpan tongkatmu dan naiklah ke punggungku” kata kuda itu sambil melirik matanya ke arah Jerry. Suara kuda itu menunjukkan bahwa kuda itu adalah kuda betina.”ayo, tunggu apa lagi!” dan akhirnya dalam keadaan yang bingung Jerry memutuskan untuk mengikuti instruksi dari kuda tadi yang menyuruhnya untuk menyimpan tongkatnya dan naik ke punggung kuda itu.
“hei pegazeus, mau dibawa kemana manusia itu?” Meduriolosa melontarkan pertanyaannya itu ke kuda yang dinaiki oleh Jerry.
“akan ku bawa anak ini kembali”
          Dengan cepat pegazeus membentangkan sayapnya dan terbang. 30 detik setelah terbang, Pegazeus dan Jerry menghilang ditelan hijaunya langit.
          Sesaat setelah menghilang, Jerry diterpa oleh cahaya matahari pagi beserta kicauan burung – burung yang berada tepat di atas kepalanya. Jerry mendapati dirinya bersandar di pohon raksasa berdaun merah kehitaman dan berbatang biru kehitaman. Kejadian mengerikan yang baru saja dialaminya tadi seketika muncul di pikirannya. Ternyata semua itu hanya mimpi. Hanya mimpi kecuali Pegazeus yang berdiri di balik pohon raksasa itu dan tongkat yang terselip di saku celananya. Jerry memegang tongkat itu dan memperhatikannya dalam – dalam. Tiba – tiba terdengar suara wanita dari balik pohon raksasa yang berbunyi “Itu adalah tongkat Griffin. Diwariskan secara turun temurun dalam keluarga besar Griffin.Griffodorus adalah keturunan terakhir dari keluarga Griffin. Tongkat itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Namun hanya dapat digunakan oleh keturunan Griffin dan manusia pilihan. Dan manusia itu adalah kau.” Ternyata yang berbicara adalah Pegazeus. Lalu dengan rasa penasaran Jerry berkata “ apa maksudnya bahwa aku ini adalah manusia pilihan? Bagaimana bisa aku menjadi manusia pilihan? Dan bagaimana cara menggunakan tongkat ini?”
“nanti kamu akan tahu sendiri mengapa kamu menjadi manusia pilihan. Dan untuk menggunakan tongkat itu, tentunya kamu belum bisa menggunakannya sekarang. Kamu butuh latihan yang keras untuk dapat menggunakan tongkat itu.”